info.speaksacademy.com

Sik Culiko Mulyo, Sik Jujur Kojur: Realita Hidup yang Sering Tak Adil

Kita semua pernah mendengar ungkapan “sik culiko mulyo, sik jujur kojur.” Ungkapan ini berasal dari bahasa Jawa yang secara harfiah berarti “yang curang hidup makmur, yang jujur malah susah.” Mungkin kedengarannya kasar, tapi siapa yang bisa menyangkal bahwa ada banyak kebenaran dalam kalimat itu? Lihat saja di sekitar kita, sering kali yang licik dan tidak jujur justru terlihat sukses, sementara mereka yang lurus dan jujur kerap kali menghadapi kesulitan. Ironi ini menjadi bagian dari realita hidup yang harus kita terima, meski tidak selalu bisa kita pahami.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat bagaimana orang-orang yang mengambil jalan pintas, bahkan dengan cara-cara yang kurang baik, tampaknya lebih cepat mencapai apa yang diinginkan. Di dunia kerja, misalnya, ada orang yang naik jabatan bukan karena prestasi, tapi karena pandai bermain politik. Di dunia bisnis, ada yang mengumpulkan kekayaan bukan dari kerja keras yang jujur, tapi dari manipulasi atau menipu orang lain. Sementara itu, ada mereka yang bekerja dengan penuh integritas, berusaha selalu jujur, namun tampaknya jalan mereka lebih berat dan penuh rintangan. Tentu, ini menimbulkan rasa frustrasi dan pertanyaan, “Kenapa dunia ini tidak adil?”

Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang sering kita lupakan. Bahwa kejujuran mungkin tidak selalu membawa kita pada kemakmuran instan, tapi ia memberikan sesuatu yang lebih berharga yaitu kedamaian batin. Orang yang jujur mungkin terlihat lebih lambat dalam mencapai kesuksesan, tapi hubungan yang mereka bangun lebih tulus, kepercayaan yang mereka dapatkan lebih kokoh, dan yang paling penting, mereka bisa tidur nyenyak di malam hari. Berbeda dengan mereka yang culiko, yang mungkin kaya raya atau punya jabatan tinggi, tapi selalu dihantui rasa bersalah atau ketakutan akan kebohongan mereka terungkap. Pada akhirnya, hidup adalah tentang memilih, dan meskipun kejujuran mungkin terasa lebih berat, ia membawa kita pada kebahagiaan  yang tak ternilai oleh materi.

—————oOo—————

Berusaha Menjadi yang Dirindukan Surga (Sebuah Catatan Pengingat)

Di tengah kehidupan modern yang serba cepat ini, sering kali kita merasa terjebak dalam kesibukan yang tak pernah berakhir. Dunia berubah begitu pesat, batas-batas wilayah tak lagi terasa jelas, dan arus informasi mengalir tanpa henti. Pengaruh budaya serta gaya hidup luar begitu mudah merasuki kehidupan kita. Di tengah hiruk-pikuk ini, terkadang kita merenung, apakah masih mungkin kita menjalani hidup sesuai tuntunan agama? Apakah kita masih mampu beribadah dengan baik dan menjadi hamba yang dirindukan oleh surga?

Islam, sebagai agama yang penuh kasih sayang, telah memberikan panduan yang sangat jelas tentang bagaimana kita bisa mencapai keridhaan Allah. Rasulullah SAW melalui hadisnya menyampaikan, ada empat golongan manusia yang dirindukan oleh surga. Ini bukan semata tentang kesempurnaan ibadah, tapi juga tentang sikap dan tindakan kita dalam keseharian. Empat golongan inilah yang seharusnya kita jadikan teladan dalam menjalani hidup yang penuh berkah.

“Ada empat golongan manusia yang dirindukan surga: orang yang membaca Al-Qur’an, orang yang menjaga lisan, orang yang memberi makan kepada fakir miskin, dan orang yang berpuasa di bulan Ramadan.”
(HR. Tirmidzi)

Makna dari hadis ini sangatlah dalam, mengingatkan kita bahwa surga bukan hanya merindukan mereka yang tekun dalam ritual ibadah semata, tetapi juga mereka yang memperhatikan hubungan dengan sesama dan perilaku sehari-hari. Membaca Al-Qur’an, menjaga ucapan, berbagi kepada yang membutuhkan, dan berpuasa dengan ikhlas, menjadi amalan-amalan yang menghubungkan kita lebih dekat kepada Allah, sekaligus menjadi bekal menuju kehidupan akhirat yang lebih baik.

Lalu, bagaimana cara kita agar bisa tergolong dalam manusia yang dirindukan surga tersebut? Mari kita lihat lebih dalam amalan-amalan yang disampaikan Rasulullah SAW dalam hadis tersebut, dimulai dari yang pertama.

1. Orang yang Membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah petunjuk hidup bagi setiap muslim. Membaca, memahami, dan mengamalkan maknanya merupakan jalan menuju keridhaan Allah. Mereka yang senantiasa meluangkan waktu, di tengah kesibukan duniawi, untuk membaca Al-Qur’an adalah orang-orang yang dirindukan surga. Pahala yang besar menanti mereka, terutama jika dilakukan secara konsisten.

“Orang yang gemar membaca Al-Qur’an, kelak pada hari kiamat akan diundang untuk membaca Al-Qur’an seperti halnya ia membacanya di dunia, dan derajatnya akan diangkat satu per satu sampai ayat terakhir yang ia baca.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

2. Orang yang Menjaga Lisan
Lisan adalah bagian tubuh yang sering menjadi sumber masalah jika tidak dijaga dengan baik. Kata-kata yang keluar dari mulut bisa membawa kebaikan atau, sebaliknya, menimbulkan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain. Rasulullah SAW mengingatkan kita agar berhati-hati dengan apa yang kita ucapkan. Mereka yang mampu menjaga lisannya dari perkataan sia-sia, dusta, dan menyakiti hati orang lain adalah golongan yang dirindukan oleh surga. Di zaman sekarang, menjaga lisan juga berarti bijak dalam berinteraksi di media sosial, di mana kata-kata bisa dengan mudah disalahpahami atau bahkan menyakiti.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Orang yang Memberi Makan kepada Fakir Miskin
Salah satu tindakan mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam adalah memberi makan kepada fakir miskin. Rasulullah SAW mencontohkan kepedulian terhadap sesama sebagai salah satu ibadah yang besar pahalanya. Mereka yang ringan tangan membantu orang yang membutuhkan, baik dengan makanan atau bentuk bantuan lainnya, adalah orang-orang yang dirindukan oleh surga. Selain mendatangkan keberkahan, berbagi dengan sesama memperkuat rasa empati dan solidaritas sosial.

“Tidaklah kamu beriman (dengan sempurna) hingga kamu mencintai untuk saudaramu apa yang kamu cintai untuk dirimu sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

4. Orang yang Berpuasa di Bulan Ramadhan
Ramadan adalah bulan penuh berkah, di mana Allah membuka pintu surga selebar-lebarnya bagi hamba-Nya yang berpuasa dengan ikhlas. Mereka yang menjalankan puasa dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan pahala dari Allah adalah golongan yang dirindukan oleh surga. Puasa bukan hanya tentang menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan hawa nafsu, menjaga perilaku, serta memperbanyak ibadah. Ramadan adalah kesempatan emas bagi setiap muslim untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah.

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Penutup
Menjadi manusia yang dirindukan surga bukanlah sesuatu yang mustahil, meski tantangan kehidupan kian berat. Dengan niat yang tulus dan usaha yang sungguh-sungguh, kita bisa menjalani ajaran agama dengan baik. Membaca Al-Qur’an, menjaga lisan, memberi makan kepada fakir miskin, serta menjalani puasa Ramadhan dengan penuh keimanan, adalah beberapa amalan yang bisa kita lakukan .

Semoga kita semua bisa menjadi hamba yang dirindukan surga, diridhai oleh Allah SWT, dan meraih kebahagiaan yang kekal di akhirat nanti. Mari kita berusaha dengan sungguh-sungguh, memperbaiki diri dari hari ke hari, dan selalu ingat bahwa pintu surga terbuka lebar bagi siapa saja yang berjuang di jalan-Nya. Aamiin.

 

—————oOo—————

Negeri yang Pasti Kita Tinggalkan (Catatan Kecil Pengingat)

“Sesungguhnya kalian tinggal di negeri yang pasti akan kalian tinggalkan. Dan kalian sekarang berada di sisa-sisa umur. Sebelum ajal datang menjemput, berbuat baiklah sebanyak yang kalian mampu.”

Kata-kata ini dari Usman bin Affan begitu sederhana, namun sarat makna. Seakan-akan beliau ingin mengingatkan kita bahwa hidup ini, meskipun penuh kesibukan dan ambisi, pada akhirnya hanyalah perjalanan singkat. Usman bin Affan, sahabat Rasulullah sekaligus khalifah ketiga, memahami betul bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara. Seberapa lama pun kita hidup, semuanya akan berlalu, dan tujuan akhir kita bukan di sini, melainkan di kehidupan yang abadi setelah mati.

Di tengah rutinitas sehari-hari, kita sering tenggelam dalam ambisi pribadi. Kita kejar harta, kekuasaan, dan pengakuan. Tapi, semakin kita mendapatkan apa yang kita inginkan, semakin sering kita merasakan kekosongan. Dunia ini memang seringkali menawarkan kebahagiaan yang sifatnya semu. Lewat nasihat Usman bin Affan, kita diingatkan bahwa tak peduli seberapa besar pencapaian kita di dunia, semua itu akan hilang. Yang tersisa hanyalah amal kebaikan yang pernah kita lakukan, yang akan menjadi bekal sejati kita.

Ketika Usman berbicara tentang “sisa-sisa umur,” ini adalah pengingat halus namun tegas bahwa waktu kita di dunia tidak pernah panjang. Mungkin kita merasa masih punya banyak waktu, masih ada hari esok untuk memperbaiki diri, tetapi kenyataannya, setiap hari yang berlalu adalah pengurangan dari umur kita. Tak ada yang tahu kapan waktunya akan habis. Itulah sebabnya, kita perlu menggunakan sisa waktu yang kita punya dengan sebaik-baiknya, untuk memperbaiki diri dan mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat.

Jadi, selama kita masih diberikan kesempatan, mari kita perbanyak kebaikan. Kebaikan itu tidak harus besar atau mewah, sering kali justru hadir dalam hal-hal kecil yang sederhana: memberikan perhatian kepada orang yang kita cintai, membantu mereka yang sedang kesusahan, atau bahkan sekadar tersenyum kepada orang lain. Jangan lupakan pula memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan memperkuat ikatan dengan sesama manusia. Itulah nilai kebaikan sejati yang akan menemani kita, bahkan setelah dunia ini kita tinggalkan.

Pada akhirnya, saat kita meninggalkan dunia ini, tidak ada harta atau kekuasaan yang ikut bersama kita. Satu-satunya yang akan tetap bersama kita adalah amal kebaikan. Itulah bekal yang akan mengantarkan kita ke kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang penuh kedamaian. Untuk itu mari kita manfaatkan sisa usia ini dengan kebaikan, sehingga kelak apabila  kita berpulang, kita bisa melangkah dengan hati yang tenang dan damai.

—————– oOo —————–