Kita semua pernah mendengar ungkapan “sik culiko mulyo, sik jujur kojur.” Ungkapan ini berasal dari bahasa Jawa yang secara harfiah berarti “yang curang hidup makmur, yang jujur malah susah.” Mungkin kedengarannya kasar, tapi siapa yang bisa menyangkal bahwa ada banyak kebenaran dalam kalimat itu? Lihat saja di sekitar kita, sering kali yang licik dan tidak jujur justru terlihat sukses, sementara mereka yang lurus dan jujur kerap kali menghadapi kesulitan. Ironi ini menjadi bagian dari realita hidup yang harus kita terima, meski tidak selalu bisa kita pahami.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita melihat bagaimana orang-orang yang mengambil jalan pintas, bahkan dengan cara-cara yang kurang baik, tampaknya lebih cepat mencapai apa yang diinginkan. Di dunia kerja, misalnya, ada orang yang naik jabatan bukan karena prestasi, tapi karena pandai bermain politik. Di dunia bisnis, ada yang mengumpulkan kekayaan bukan dari kerja keras yang jujur, tapi dari manipulasi atau menipu orang lain. Sementara itu, ada mereka yang bekerja dengan penuh integritas, berusaha selalu jujur, namun tampaknya jalan mereka lebih berat dan penuh rintangan. Tentu, ini menimbulkan rasa frustrasi dan pertanyaan, “Kenapa dunia ini tidak adil?”
Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang sering kita lupakan. Bahwa kejujuran mungkin tidak selalu membawa kita pada kemakmuran instan, tapi ia memberikan sesuatu yang lebih berharga yaitu kedamaian batin. Orang yang jujur mungkin terlihat lebih lambat dalam mencapai kesuksesan, tapi hubungan yang mereka bangun lebih tulus, kepercayaan yang mereka dapatkan lebih kokoh, dan yang paling penting, mereka bisa tidur nyenyak di malam hari. Berbeda dengan mereka yang culiko, yang mungkin kaya raya atau punya jabatan tinggi, tapi selalu dihantui rasa bersalah atau ketakutan akan kebohongan mereka terungkap. Pada akhirnya, hidup adalah tentang memilih, dan meskipun kejujuran mungkin terasa lebih berat, ia membawa kita pada kebahagiaan yang tak ternilai oleh materi.
—————oOo—————